SlideShow

       
       
       
       
0

Perumpamaan hidup di dunia

Q.S Yunus (10) : 24
Sesungguhnya perumpamaan kehidupan duniawi ini, adalah seperti air (hujan) yang Kami turunkan dari langit, lalu tumbuhlah dengan suburnya karena air itu tanam-tanaman bumi di antaranya ada yang dimakan manusia dan binatang ternak. Hingga apabila bumi itu telah sempurna keindahannya, dan memakai (pula) perhiasannya, dan pemilik-pemiliknya mengira bahwa mereka pasti menguasainya, tiba-tiba datanglah kepadanya azab Kami di waktu malam atau siang, lalu Kami jadikan (tanam-tanamannya) laksana tanam-tanaman yang sudah di sabit, seakan-akan belum pernah tumbuh kemarin. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kekuasaan (Kami) kepada orang-orang yang berfikir.
0

kisah hidup setelah mati

kisah hidup setelah mati

Bahan Renungan Untuk Anda, Sahabatku, yang mungkin terlalu sibuk
bekerja…
Luangkanlah waktu sejenak untuk membaca dan merenungkan pesan ini…
Alhamdulillah, Anda beruntung telah terpilih untuk mendapatkan
kesempatan membaca email ini.
Aktifitas keseharian kita selalu mencuri konsentrasi kita. kita seolah
lupa dengan sesuatu yang kita tak pernah tau kapan kedatangannya.
Sesuatu yang bagi sebagian orang sangat menakutkan.Tahukah kita kapan
kematian akan menjemput kita???
berikanlah waktu anda dan bacalah sampai habis, semoga dapat menjadikan
hikmah buat kita semua dan sadar, bahwa kita akan mati dan tinggal
menunggu waktunya,
semoga kita termasuk dalam orang-orang yang khusnul khotimah….
amien….
Tatkala masih di bangku sekolah, aku hidup bersama kedua orangtuaku dalam
lingkungan yang baik. Aku selalu mendengar doa ibuku saat pulang dari
keluyuran dan begadang malam. Demikian pula ayahku, ia selalu dalam
shalatnya yang panjang. Aku heran, mengapa ayah shalat begitu lama,
apalagi jika saat musim dingin yang menyengat tulang.
Aku sungguh heran, bahkan hingga aku berkata kepada diri sendiri :
“Alangkah sabarnya mereka…setiap hari begitu…benar- benar
mengherankan!
“Aku belum tahu bahwa disitulah kebahagiaan orang mukmin dan itulah shalat
orang orang pilihan. Mereka bangkit dari tempat tidurnya untuk munajat
kepada Allah.
Setelah menjalani pendidikan militer, aku tumbuh sebagai pemuda yang
matang. Tetapi diriku semakin jauh dari Allah padahal berbagai nasehat
selalu kuterima dan kudengar dari waktu ke waktu. Setelah tamat dari
pendidikan, aku ditugaskan di kota yang jauh dari kotaku.
Perkenalanku dengan teman-teman sekerja membuatku agak ringan menanggung
beban sebagai orang terasing.
Disana, aku tak mendengar lagi suara bacaan Al-Qur’an. Tak ada lagi suara
ibu yang membangunkan dan menyuruhku shalat. Aku benar-benar hidup
sendirian, jauh dari lingkungan keluarga yang dulu kami nikmati. Aku
ditugaskan mengatur lalu lintas di sebuah jalan tol.. Di samping menjaga
keamanan jalan,tugasku membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan.
Pekerjaan baruku sungguh menyenangkan. Aku lakukan tugas-tugasku dengan
semangat dan dedikasi tinggi.
Tetapi, hidupku bagai selalu diombang-ambingkan ombak. Aku bingung dan
sering melamun sendirian … banyak waktu luang … pengetahuanku
terbatas.
Aku mulai jenuh … tak ada yang menuntunku di bidang agama. Aku
sebatang kara. Hampir tiap hari yang kusaksikan hanya kecelakaan dan
orang-orang yang mengadu kecopetan atau bentuk-bentuk penganiayaan lain.
Aku bosan dengan rutinitas. Sampai suatu hari terjadilah sebuah
peristiwa yang hingga kini tak pernah aku lupakan.
Ketika itu, kami dengan seorang kawan sedang bertugas disebuah pos jalan.
Kami asyik ngobrol … tiba-tiba kami dikagetkan oleh suara benturan yang
amat keras. Kami mengedarkan pandangan. Ternyata, sebuah mobil
bertabrakan dengan mobil lain yang meluncur dari arah yang berlawanan.
Kami segera berlari menuju tempat kejadian untuk menolong korban.
Kejadian yang sungguh tragis.
Kami lihat dua awak salah satu mobil dalam kondisi kritis. Keduanya segera
kami keluarkan dari mobil lalu kami bujurkan di tanah. Kami cepat-cepat
menuju mobil satunya. Ternyata pengemudinya telah tewas dengan amat
mengerikan.
Kami kembali lagi kepada dua orang yang berada dalam kondisi koma. Temanku
menuntun mereka mengucapkan kalimat syahadat. Ucapkanlah
“Laailaaha Illallaah … Laailaaha Illallaah ..” perintah temanku. Tetapi
sungguh mengerikan, dari mulutnya malah meluncur lagu-lagu. Keadaan itu
membuatku merinding.
Temanku tampaknya sudah biasa menghadapi orang-orang yang sekarat …
Kembali ia menuntun korban itu membaca syahadat. Aku diam membisu. Aku tak
berkutik dengan pandangan nanar. Seumur hidupku, aku belum pernah
menyaksikan orang yang sedang sekarat, apalagi dengan kondisi seperti ini.
Temanku terus menuntun keduanya mengulang-ulang bacaan syahadat.
Tetapi …. keduanya tetap terus saja melantunkan lagu.
Tak ada gunanya … Suara lagunya terdengar semakin melemah … lemah dan
lemah sekali. Orang pertama diam, tak bersuara lagi, disusul orang kedua.
Tak ada gerak …. keduanya telah meninggal dunia. Kami segera membawa
mereka ke dalam mobil. Temanku menunduk, ia tak berbicara sepatahpun.
Selama perjalanan hanya ada kebisuan. Hening…
Kesunyian pecah ketika temanku mulai bicara.Ia berbicara tentang hakikat
kematian dan su’ul khatimah (kesudahan yang buruk).
Ia berkata “Manusia akan mengakhiri hidupnya dengan baik atau buruk..
Kesudahan hidup itu biasanya pertanda dari apa yang dilakukan olehnya
selama di dunia.
“Ia bercerita panjang lebar padaku tentang berbagai kisah yang
diriwayatkan dalam buku-buku islam. Ia juga berbicara bagaimana
seseorang akan mengakhiri hidupnya sesuai dengan masa lalunya secara lahir
batin.
Perjalanan kerumah sakit terasa singkat oleh pembicaraan kami tentang
kematian. Pembicaraan itu makin sempurna gambarannya tatkala ingat bahwa
kami sedang membawa mayat. Tiba-tiba aku menjadi takut mati. Peristiwa ini
benar-benar memberi pelajaran berharga bagiku. Hari itu, aku shalat
khusyu’ sekali.
Tetapi perlahan-lahan aku mulai melupakan peristiwa itu. Aku kembali pada
kebiasaanku semula … Aku seperti tak pernah menyaksikan apa yang menimpa
dua orang yang tak kukenal beberapa waktu yang lalu. Tetapi sejak saat
itu, aku memang benar-benar menjadi benci kepada yang namanya lagu-lagu.
Aku tak mau tenggelam menikmatinya seperti sedia kala.
Mungkin itu ada kaitannya dengan lagu yang pernah kudengar dari dua orang
yang sedang sekarat dahulu. Kejadian yang menakjubkan !.
Selang enam bulan dari peristiwa mengerikan itu …. sebuah kejadian
menakjubkan kembali terjadi di depan mataku. Seseorang mengendarai
mobilnya dengan pelan, tetapi tiba-tiba mobilnya mogok di sebuah
terowongan menuju kota. Ia turun dari mobilnya untuk mengganti ban yang
kempes. Ketika ia berdiri dibelakang mobil untuk menurunkan ban serep,
tiba-tiba sebuah mobil dengan kecepatan tinggi menabraknya dari arah
belakang. Lelaki itupun langsung tersungkur seketika.
Aku dengan seorang kawan, bukan yang menemaniku pada peristiwa pertama
cepat-cepat menuju tempat kejadian.
Dia kami bawa dengan mobil dan segera pula kami menghubungi rumah sakit
agar langsung mendapat penanganan. Dia masih sangat muda, wajahnya begitu
bersih.Ketika mengangkatnya ke mobil, kami berdua cukup panik, sehingga
tak sempat memperhatikan kalau ia menggumamkan sesuatu. Ketika kami
membujurkannya di dalam mobil, kami baru bisa membedakan suara yang keluar
dari mulutnya.
Ia melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an … dengan suara amat lemah.
“Subhanallah ! dalam kondisi kritis seperti itu ia masih sempat
melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur’an ? Darah mengguyur seluruh
pakaiannya, tulang-tulangnya patah, bahkan ia hampir mati. Dalam kondisi
seperti itu, ia terus melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan suaranya yang
merdu.
Selama hidup, aku tak pernah mendengar bacaan Al-Qur’an seindah itu. Dalam
batin aku bergumam sendirian “Aku akan menuntunnya membaca
syahadat sebagaimana yang dilakukan oleh temanku terdahulu … apalagi aku
sudah punya pengalaman.” aku meyakinkan diriku sendiri. Aku dan kawanku
seperti terhipnotis mendengarkan suara bacaan Al-Qur’an yang merdu itu.
Sekonyong-konyong sekujur tubuhku merinding, menjalar dan menyelusup ke
setiap rongga. Tiba-tiba, suara itu terhenti. Aku menoleh kebelakang.
Kusaksikan dia mengacungkan jari telunjuknya lalu bersyahadat. Kepalanya
terkulai, aku melompat ke belakang.
Kupegang tangannya, degup jantungnya, nafasnya, tidak ada yang terasa. Dia
telah meninggal. Aku lalu memandanginya lekat-lekat, air mataku menetes,
kusembunyikan tangisku, takut diketahui kawanku.
Kukabarkan kepada kawanku kalau pemuda itu telah meninggal. Kawanku tak
kuasa menahan tangisnya. Demikian pula halnya dengan diriku. Aku terus
menangis air mataku deras mengalir. Suasana dalam mobil betul-betul sangat
mengharukan. .Sampai di rumah sakit …..Kepada orang-orang di sana, kami
mengabarkan perihal kematian pemuda itu dan peristiwa
menjelang kematiannya yang menakjubkan.
Banyak orang yang terpengaruh dengan kisah kami, sehingga tak sedikit yang
meneteskan air mata.
Salah seorang dari mereka, demi mendengar kisahnya, segera menghampiri
jenazah dan mencium keningnya. Semua orang yang hadir memutuskan untuk
tidak beranjak sebelum mengetahui secara pasti kapan jenazah akan
dishalatkan.. Mereka ingin memberi penghormatan terakhir kepada jenazah.
Semua ingin ikut menyolatinya.
Salah seorang petugas rumah sakit menghubungi rumah almarhum. Kami ikut
mengantar jenazah hingga ke rumah keluarganya..
Salah seorang saudaranya mengisahkan, ketika kecelakaan, sebetulnya
almarhum hendak menjenguk neneknya di desa. Pekerjaan itu rutin ia lakukan
setiap hari senin. Disana almarhum juga menyantuni para janda, anak yatim
dan orang-orang miskin.
Ketika terjadi kecelakaan, mobilnya penuh dengan beras, gula,
buah-buahan dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Ia juga tak lupa
membawa buku-buku agama dan kaset-kaset pengajian. Semua itu untuk
dibagi-bagikan kepada orang-orang yang dia santuni. Bahkan juga membawa
permen untuk dibagikan kepada anak-anak kecil.
Bila tiba saatnya kelak, kita menghadap Allah Yang Perkasa. hanya ada satu
harap, semoga kita menjadi penghuni surga. Biarlah dunia jadi kenangan,
juga langkah-langkah kaki yang terseok, di sela dosa dan pertaubatan.
Hari ini, semoga masih ada usia, untuk mengejar surga itu, dengan
amal-amal yang nyata : “memperbaiki diri dan mengajak orang lain ”
Allah Swt berfirman: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barang siapa
dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah
beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan.” (QS. Al-Imran:185)
Rasulullah Saw telah mengingatkan dalam sabdanya, “Barangsiapa yang lambat
amalnya, tidak akan dipercepat oleh nasabnya.”
Saudaraku, siapa yang tau kapan, dimana, bagaimana, sedang apa, kita
menemui tamu yang pasti menjumpai kita, yang mengajak menghadap Allah
SWT.
Orang yang cerdik dan pandai adalah yang senantiasa mengingat kematian
dalam waktu-waktu yang ia lalui kemudian melakukan persiapan persiapan
untuk menghadapinya.
Note : amalkan ilmu, sampaikan walau satu ayat, salah satu amalan yang
terus mengalir walau seseorang sudah mati adalah ilmu yang bermanfaat.
Begitulah hendaknya engkau nasehati dirimu setiap hari karena engkau tidak
menyangka mati itu dekat kepadamu bahkan engkau mengira engkau mungkin
hidup lima puluh tahun lagi, Kemudian engkau menyuruh dirimu berbuat taat,
sudah pasti dirimu tidak akan patuh kepadamu dan pasti ia akan menolak dan
merasa berat untuk mengerjakan ketaatan.
Nasehat ini terutama untuk diri saya sendiri, dan saudara-saudaraku seiman
pada umumnya.
Orang Cerdas Adalah Orang Yang Mengingat Akan Kematian,
INFORMASI PENERBANGAN GRATIS
AL-JENAZAH AIRLINES, LAYANAN PENUH 24 JAM
Bila kita akan ‘berangkat” dari alam ini, ia ibarat penerbangan ke sebuah
negara.
Dimana informasi tentangnya tidak terdapat dalam brosur penerbangan,
tetapi melalui Al-Qur’an dan Al-Hadist..
Di mana penerbangan bukannya dengan Garuda Airlines, Singapore Airlines,
atau US Airlines, tetapi Al-Jenazah Airlines.
Di mana bekal kita bukan lagi tas seberat 23Kg, tetapi amalan yang tak
lebih dan tak kurang.
Di mana bajunya bukan lagi Pierre Cardin, atau setaraf dengannya, akan
tetapi kain kafan putih.
Di mana pewanginya bukan Channel atau Polo, tetapi air biasa yang suci. Di
mana passport kita bukan Indonesia, British atau American, tetapi
Al-Islam.
Di mana visa kita bukan lagi sekedar 6 bulan, tetapi ‘Laailaahaillallah’
Di mana pelayannya bukan pramugari jelita, tetapi Izrail dan lain-lain. Di
mana servisnya bukan lagi kelas business atau ekonomi, tetapi sekedar
kain yang diwangikan.
Di mana tujuan mendarat bukannya Bandara Cengkareng, Heathrow Airport atau
Jeddah International, tetapi tanah pekuburan.
Di mana ruang menunggunya bukan lagi ruangan ber AC dan permadani, tetapi
ruang 2×1 meter, gelap gulita.
Di mana pegawai imigrasi adalah Munkar dan Nakir, mereka hanya memeriksa
apakah kita layak ke tujuan yang diidamkan.
Di mana tidak perlu satpam dan alat detector.
Di mana lapangan terbang transitnya adalah Al Barzah
Di mana tujuan terakhir apakah Syurga yang mengalir sungai di bawahnya
atau Neraka Jahannam.
Penerbangan ini tidak akan dibajak atau dibom, karena itu tak perlu bimbang.
Sajian tidak akan disediakan, oleh karena itu tidak perlu merisaukan
masalah alergi atau halal haram makanan.
Jangan risaukan cancel pembatalan, penerbangan ini senantiasa tepat
waktunya, ia berangkat dan tiba tepat pada masanya.
Jangan pikirkan tentang hiburan dalam penerbangan, karena anda telah
hilang selera bersuka ria.
Jangan bimbang tentang pembelian tiket, karena tiket telah siap di booking
sejak ruh anda ditiupkan di dalam rahim ibu.
YA!BERITA BAIK!! Jangan bimbangkan siapa yang duduk di sebelah anda. Anda
adalah satu-satunya penumpang penerbangan ini.
Oleh karena itu bergembiralah selagi bisa! Dan sekiranya anda bisa! Hanya
ingat! Penerbangan ini datang tanpa ‘Pemberitahuan’.
Cuma perlu ingat!! Nama anda telah tertulis dalam tiket untuk
Penerbangan. …
Saat penerbangan anda berangkat… tanpa doa Bismillahi Tawakkaltu
‘Alallah, atau ungkapan selamat jalan.
Tetapi Inalillahi Wa Inna ilaihi Rajiuun….
Anda berangkat pulang ke Rahmatullah. Mati.
ADAKAH KITA TELAH SIAP UNTUK BERANGKAT?
‘Orang yang cerdas adalah orang yang mengingat kematian. Karena dengan
kecerdasannya dia akan mempersiapkan segala perbekalan untuk
menghadapinya.’
ASTAGHFIRULLAH, semoga ALLAH SWT mengampuni kita beserta keluarga…
Amiin
WALLAHU A’LAM
Catatan:
Penerbangan ini berlaku untuk segala umur… tanpa kecuali, maka
perbekalan lebih baik dipersiapkan sejak dini….. sangat tidak bijak dan
tidak cerdas bagi yang menunda-nunda mempersiapkan perbekalannya.
SUARA YANG DIDENGAR MAYAT
Yang Akan Ikut Mayat Adalah Tiga hal yaitu:
1. Keluarga
2. Hartanya
3. Amalnya
Ada Dua Yang Kembali Dan Satu akan Tinggal Bersamanya yaitu;
1. Keluarga dan Hartanya Akan Kembali
2. Sementara Amalnya Akan Tinggal Bersamanya.
Maka ketika Roh Meninggalkan Jasad…Terdengarla h Suara Dari Langit
Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan..
Apakah Kau Yang Telah Meninggalkan Dunia, Atau Dunia Yang
Meninggalkanmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Harta Kekayaan, Atau Kekayaan Yang
Telah Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Menumpuk Dunia, Atau Dunia Yang Telah
Menumpukmu
Apakah Kau Yang Telah Mengubur Dunia, Atau Dunia Yang Telah
Menguburmu.”
Ketika Mayat Tergeletak Akan Dimandikan… ..Terdengar Dari Langit Suara
Memekik, “Wahai Fulan Anak Si Fulan…
Mana Badanmu Yang Dahulunya Kuat, Mengapa Kini Te rkulai Lemah Mana
Lisanmu Yang Dahulunya Fasih, Mengapa Kini Bungkam Tak
Bersuara
Mana Telingamu Yang Dahulunya Mendengar, Mengapa Kini Tuli Dari
Seribu Bahasa
Mana Sahabat-Sahabatmu Yang Dahulunya Setia, Mengapa Kini Raib Tak
Bersuara”
Ketika Mayat Siap Dikafan… Suara Dari Langit Terdengar Memekik,”Wahai
Fulan Anak Si Fulan
Berbahagialah Apabila Kau Bersahabat Dengan Ridha
Celakalah Apabila Kau Bersahabat Dengan Murka Allah Wahai Fulan
Anak Si Fulan…
Kini Kau Tengah Berada Dalam Sebuah Perjalanan Nun Jauh Tanpa Bekal
Kau Telah Keluar Dari Rumahmu Dan Tidak Akan Kembali Selamanya Kini
Kau Tengah Safar Pada Sebuah Tujuan Yang Penuh Pertanyaan.”
Ketika MayatDiusung. … Terdengar Dari Langit Suara Memekik, “Wahai Fulan
Anak Si Fulan..
Berbahagialah Apabila Amalmu Adalah Kebajikan
Berbahagialah Apabila Matimu Diawali Tobat
Berbahagialah Apabila Hidupmu Penuh Dengan Taat.”
Ketika Mayat Siap Dishalatkan. …Terdengar Dari Langit Suara Memekik,
“Wahai Fulan Anak Si Fulan..
Setiap Pekerjaan Yang Kau Lakukan Kelak Kau Lihat Hasilnya Di
Akhirat
Apabila Baik Maka Kau Akan Melihatnya Baik
Apabila Buruk, Kau Akan Melihatnya Buruk.”
Ketika MayatDibaringkan Di Liang Lahat….terdengar Suara Memekik Dari
Langit,”Wahai Fulan Anak Si Fulan…
Apa Yang Telah Kau Siapkan Dari Rumahmu Yang Luas Di Dunia Untuk
Kehidupan Yang Penuh Gelap Gulita Di Sini Wahai Fulan Anak Si
Fulan….
Dahulu Kau Tertawa, Kini Dalam Perutku Kau Menangis
Dahulu Kau Bergembira,Kini Dalam Perutku Kau Berduka
Dahulu Kau Bertutur Kata, Kini Dalam Perutku Kau Bungkam Seribu Bahasa.”
Ketika SemuaManusia Meninggalkannya Sendirian… .Allah Berkata
Kepadanya, “Wahai Hamba-Ku…. .
Kini Kau Tinggal Seorang Diri
Tiada Teman Dan Tiada Kerabat
Di Sebuah Tempat Kecil, Sempit Dan Gelap..
Mereka Pergi Meninggalkanmu. . Seorang Diri
Padahal, Karena Mereka Kau Pernah LanggarPerintahku
Hari Ini,….
Akan Kutunjukan Kepadamu
Kasih Sayang-Ku
Yang Akan Takjub Seisi Alam
Aku Akan Menyayangimu
Lebih Dari Kasih Sayang Seorang Ibu Pada Anaknya”.
Kepada Jiwa-Jiwa Yang Tenang Allah Berfirman, “Wahai Jiwa Yang Tenang
Kembalilah Kepada Tuhanmu
Dengan Hati Yang Puas Lagi Diridhai-Nya
Maka Masuklah Ke Dalam Jamaah Hamba-Hamba- Ku
Dan Masuklah Ke Dalam Jannah-Ku”
Anda Ingin Beramal Shaleh…?
Tolong Kirimkan Kepada Rekan-Rekan Muslim Lainnya Yang Anda
Kenal…!!!Semoga Kematian akan menjadi pelajaran yang berharga bagi kita
dalam menjalani hidup ini.
Rasulullah SAW. menganjurkan kita untuk senantiasa mengingat mati (maut)
dan dalam sebuah hadithnya yang lain, belau bersabda “wakafa bi almauti
wa’idha”, artinya, cukuplah mati itu akan menjadi pelajaran bagimu!
Semoga bermanfaat bagi kita semua, Amiin…..
0

MEMAKNAI HIDUP

Memaknai Kehidupan
Alkisah, ada orang bertanya kepada Rabi’ah.
“Selama ini kami melihat dirimu seperti manusia yang terasing dan terbuang. Dari manakah asalmu yang sesungguhnya, wahai Rabi’ah?”.
“Saya dari Negeri Akhirat”.
Dari Negeri Akhirat? Lantas hendak ke mana engaku pergi?”.
Saya hendak pergi ke Akhirat.
“Lalu apa yang engkau perbuat di dunia ini?”
“Karena saya berasal dari Akhirat, di sini saya hanya bermain-main. Itulah yang saya lakukan”.
“Maksudnya?”
“Saya makan roti di dunia, dan itu hanya permainan saya di dunia, tetapi saya beramal untuk Akhirat”.
Tidak ada orang yang meminta dan berencana untuk hidup, sebagai manusia. Karena, hidup menjadi seorang manusia adalah anugrah. Setelah kita menyadari dan mampu berpikir barulah kita bertanya-tanya tentang apa itu kehidupan dan apa manusia. Memikirkan dan berencana bagaimana akan kita jalani kehidupan ini, dan apa yang harus kita lakukan sebagai manusia? Pertanyaan tentang tujuan hidup baru kita pikirkan dan dirumus-rumuskan kemudian, bukan datang sebelum kita terlahir ke dunia ini. Kita bisa saja melepaskan diri dari pertanyaan kenapa kita hidup di dunia dan menjadi manusia, akan tetapi akan patal akibatnya bila tidak pernah memikirkan bagaimana kita seharusnya menjalani kehidupan. Hidup adalah kepastian (faktisitas, takdir) terjadi dengan begitu saja di luar kehendak kita, sementara bagaimana kita, sebagai orang manusia, menjalani kehidupan adalah sebuah kemungkinan dan pilihan, oleh karena itu perlu dipikirkan dan direncanakan.
Hidup sekedar ada dalam wujud manusia tidaklah cukup, kita harus memberinya makna terhadap kehidupannya dan ke-manusia-an kita. Ada tidaklah cukup, tapi juga harus pula hadir. Ada tanpa kehadiran adalah makna lain dari ungkapan: “wujuduhu ka adamihi” (adanya seperti tiadanya). Perbedaan mendasar dari ada dan hadir adalah kesadaran dan relasi. Ada tidak mensyaratkan kesadaran dan relasi, sedangkan kehadiran mensyarakatkan kesadaran dan relasi.
Para filosof mengatakan bahwa hanya manusialah yang menyadari dan mempertanyakan keberadaanya. Ada yang bertanya dan bertanyakan adalah kehadiran, dan bertanya adalah wujud paling asasi dari kesadaran. Bila ada kita bertanya tentang seorang teman akrab yang telah lama tidak dijumpainya, itu menandakan bahwa teman kita itu pada dasarnya selalu hadir dalam ingatan dan hati kita. Kita senantiasa membangun dan menjaga relasi dengan teman kita itu, walaupun ia tidak hadir secara fisikal di hadapan kita. Akan tetapi orang yang ada di hadapan kita yang tidak kita kenal; dan kita tidak memiliki kepentingan apa pun dengan orang itu, tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk mempertanyakannya. Itu artinya ia ada namun tidak pernah hadir dalam kehidupan, pikiran dan perasaan kita. Tidak ada relasi antara kita dengan orang yang ada di hadapan kita tersebut. Adannya sama dengan tidak adanya. Kita tidak pernah membangun makna dan mendapatkan makna dari adanya orang itu. Kalaupun ada orang bertanya tentang orang itu, mungkin kita akan mengatakan, “Emangnya gua pikirin…!”
Teman akrab yang telah lama tidak kita jumpai menyimpan seribu makna dalam kehidupan kita. Makna yang dibangun bersama. Ada dan tidak ada pada akhirnya adalah sekedar ilusi, akan tetapi kehadiran adalah fakta yang membangun kehidupan kita. Seperti sekuntum bunga mawar yang diberikan sang kekasih, yang di depan bukanlah kuntum bunga, akan tetapi sosok kekasih yang memancah kasih dan cintanya. Kuntum bungan sekedar ilusi, kehadiran kekasih yang penuh cinta adalah fakta yang hadir di hadapan mata.
Peralihan kuntum bunga menjadi yang lain, yaitu kehadiran sang kekasih, dibangun oleh kehidupan yang telah dijalaninya bersama. Kehidupan yang sarat dengan makna. Pemberian makna terhadap kehidupan memang dilakukan dengan melakukan perenungan, dan memberi nilai terhadap kehidupan yang telah dan sedang kita jalani. Peristiwa masa lalu yang telah dilewati dalam kehidupan kita bila tidak dimaknai hanya akan hadir dalam ingatan kita sekedar sebagai sebuah peristiwa. Masa lalu ketika dijalani adalah sebuah kemungkinan dan pilihan, akan tetapi ketika ia telah lewat dan hadir dalam ingatan, ia menjadi kepastian yang tidak bisa dirubah. Masa lalu hanya bisa berubah dalam dan melalui pemaknaan. Memaknai masa lalu. Memaknai kehidupan menjadi penting pula untuk menentukan “penyikapan” terhadap kehidupan dan segala aspek yang berhubungan dengan kehidupan kita.
Pemaknaan terhadap kehidupan berhubungan dengan konsep dan kesadaran kita tentang tujuan hidup. Rumusan tentang tujuan hidup, sebenarnya tiada lain dari pemaknaan susulan yang dilakukan secara sadar dan terus menerus terhadap kehidupan yang telah, sedang dan yang akan dilaluinya. Pentingnya pertanyaan tentang tujuan hidup (di dunia) pada dasarnya tiada lain dalam proses pemaknaan terhadap hidup yang dijalaninya. Pembicaraan tentang tujuan dan untuk mencapainya, pada akhirnya harus pula didasarkan pada kesadaran akan asal. Seperti kalau seseorang akan pergi ke suatu tempat, maka arah dan jalan yang akan dilaluinya sangat tergantung dari mana ia berasal. Dengan demikian, kesulitan orang untuk merumuskan tujuan dan makna hidup adalah karena tidak semua orang secara pasti menyadari awal keberangkatannya.Ketidakjelasan penyadaran akan asal keberangkatan, kalaupun kemudian tujuan dan makna kehidupan seseorang dirumuskan, bukan tidak mungkin bila tidak ditemukan kesesuaian antara apa yang dipikirkannya sebagai tujuan dengan apa yang dilakukannya sebagai upaya untuk mewujudkan (menuju) tujuan kehidupannya itu. Bukan tidak mungkin pula bila hal yang utama akan disikapi sebagai hal sampingan, dan hal yang pada dasarnya sampingan disikapi sebagai hal utama dalam kehidupan. Hal sampingan yang oleh Rabi’ah disikapi sekedar prilaku main-main. Permainan dalam hidup memang sangat penting dalam kehidupan manusia, walaupun bukan yang utama dalam kerangka tujuan hidup.
Maka, wajarlah bila kerap kali orang ditanya tentang tujuannya hidup di dunia, jawabannya tidak jarang tidak sesuai dengan apa yang dilakukannya. Sering kita merumuskan tujuan secara ideal, akan tetapi apa yang kita lakukan sama sekali bersebrangan dengan apa yang kita idealkan. Dengan kata lain, ketika orang ditanya tentang tujuan hidup, ia akan mengatakan apa yang dipikirkannya, bukan apa yang dikerjakannya.
Banyak hal dalam kehidupan ini yang harus dimaknai, bahkan pada akhirnya apa pun yang kita “miliki”, alami (dirasakan, dan dipikirlan) haruslah dimaknai. Pemaknaan terhadap kehidupan tidak bisa terlepas dari fakta-fakta yang melingkunginya. Apakah fakta tersebut merupakan kenyataan yang sesuangguhnya maupun “fakta-fakta” yang diasumsikan. Disebut fakta yang disumsikan, karena asumsi-asumsi tersebut telah dianggap sebagai kebenaran atau apa yang disebut dengan akal sehat (common-sense).
Memaknai Fakta Dualisme Kehidupan
Secara radikal, kehidupan manusia senantiasa dihadapkan pada asumsi-asumsi yang bersifat dualistik. Sebagai contoh, asumsi bahwa manusia terdiri dari dua unsur jasmani dan ruhani (lahir, bathin), kiri-kanan, pikiran-perasaan, benar-salah, baik-benar dan lain sebagainya. Dualisme fakta kehidupan ia tidak jarang membuat manusia mengalami jalan buntu, atau secara radikal berada di satu posisi secara mengkutub. Padahal manusia merupakan realitas integral yang tidak bisa dilepaskan dari seluruh alam secara keseluruhan.
Setiap percabangan tentunya ada pusat atau inti persoalan yang bisa dijadikan pijakan dalam pemaknaan. Sebagai contoh, tangan kiri dan tangan kanan berpusat pada kenyataan bahwa baik tangan kiri atau pun tangan kanan adalah tangan, tangan kita yang merupakan bagian integral dari tubuh kita. Demikian juga dengan baik-jahat, keduanya adalah nilai dari apa yang kita lakukan atau seseorang lakukan. Baik dan jahat berpusat pada perbuatan atau aktivitas yang kita lakukan. Dan tidak ada perbuatan dilakukan oleh manusia dengan maksud untuk membuat dirinya menderita, merugi. Kecuali tentunya bila ia mengalami kelainan jiwa, sakit (?).
Demikian pula pemaknaan terhadap asumsi bahwa manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Intinya adalah baik jasmani maupun ruhani, keduanya merupakan bagian integral dari apa yang disebut dengan manusia. Kedua unsur tersebut adalah fakta dari manusia yang hidup di dunia. Tidak bisa secara gegabah menafikan menganggap kecil salah satu bagiannya, apalagi menganggapnya tidak ada. Demikian juga dengan asumsi adanya dunia dan akhirat. Terminologi dunia-akhirat pemaknaannya harus dilihat dalam konteks manusia. Yaitu, bahwa kedua kata tersebut menjadi bermakna hanya dan hanya jika dihubungkan dengan kehidupan manusia. Bila diposisikan secara berlainan sama sekali dan otonom dan tidak dihubungan dengan keberadaan manusia, dunia dan akhirat merupakan dua realiatas yang sama sekali tidak berhubungan sama sekali. Keduanya menjadi berhubungan dan bermakna karena adanya manusia.
Dalam konteks manusia, alam akhirat merupakan kelanjutan yang bersifat konsekwensional dari kehidupan manusia di dunia. Dengan kata lain, kehidupan manusia di dunia menjadi “penentu” kehidupan manusia di akhirat. Dengan kata lain, inti persoalan kehidupan akhirat adalah kehidupan manusia di muka bumi ini. Dengan menjadikan dunia sebagai pusat, tidaklah kita mengutamakan kehidupan kehidupan dunia dan mengecilkan bahkan menafikan kehidupan akhirat.
Kesadaran akan adanya hubungan antar kehidupan dunia-akhirat adalah kesadaran akan proses. Ketika kehidupan dunia-akhirat sebagai rangkaian proses harus berarti bahwa terdapat nilai yang serata antara keduanya. Akhir atau hasil hanya ada dan bermakna hanya bila ada awal. Demikian juga sebaliknya, awal hanya ada bila ada akhir. Dan keduanya adalah bagian integral dari proses. Kita tidak bisa berimajinasi tentang nilai dari akhir proses apabila kita tidak pernah memikirkan proses awal. Dengan kata lain, kita tidak pernah bisa berimajinasi tentang keselamatan kehidupan kita di akhirat apabila kita tidak pernah berusaha untuk selamat dalam menjalani kehidupan di dunia ini. Kalau pun bisa, itu hanyalah sebuah mimpi di siang bolong.
Pemisahan secara dikotomis antara kehidupan dunia-akhirat sama anehnya dengan pemisahan secara dikotomis antara alam dan manusia. Demikian juga dengan pemisahan antara fakta manusia sebagai kenyataan individual dan sosial. Bila orang demikian peduli dengan keselamatan dirinya tanpa adanya kepedulian untuk menjaga keselamatan alam di sekitanya, apalagi baik secara aktif atau pun pasif melakukan kerusakan terhadap lingkungan hidupnya, sama saja dengan orang yang berjalan yang sedemikian memperhatikan kesehatan kaki dan keindahan langkahnya tanpa memperhatikan apa yang ia pijak. Cepat atau lambat pasti ia akan terjatuh, dan celaka. Kecelakaan karena ketidakpedulian terhadap apa yang ada disekitarnya, yang akan mengakibatkan hancurnya apa yang selama ini ia jaga dan pelihara, yaitu diri sendiri. Hal yang sama akan pula terjadi bila seseorang sedemikian peduli dengan lingkungan akan tetapi tidak pernah peduli dengan apa yang terjadi di dalam dirinya.
Dengan demikian, pemaknaan terhadap kehidupan hanya bisa dilakukan secara baik dan benar serta menyelamatkan apabila dalam proses pemaknaan tidak dilakukan secara parsial. Maka dapat dikatakan, bahwa yang disebut dengan manusia (secara eksistensial) bukan hanya apa yang kita sebut sebagai tubuh dan ruhani ini, sebagai kenyataan faktual, akan tetapi juga sebagai kesatuan dari keseluruhan yang berpusat pada manusia sebagai tubuh dan ruh.
Bila menggunakan ilustrasi permainan catur (atau pun permainan lainnya), kehidupan ini seperti permainan catur. Pemain catur harus demikian jeli memperhatikan seluruh bidak caturnya, baik bidaknya sendiri maupun lawannya serta posisi serta fungsi atau kedudukan masing-masing bidak tanpa menganggapnya sebagai tak bermakna (anonim). Bahkan lebih dari itu ia harus pula memperhatikan bak catur, kondisi lawan, waktu dan lain sebagainya. Kehidupan ini memang sebuah permainan tapi bukan untuk dipermainkan melainkan untuk dimainkan (dijalani). Dan untuk memainkannya (menjalankan) seluruh unsur dalam permainan tersebut harus dimaknai sehingga dapat difungsikan dan diposisikan sebagaimana mestinya. Setelah jelas makna, fungsi dan posisinya kita akan tahu apa sebenarnya tujuan dari permainan itu. Dan selanjutnya kita bisa secara dinamis menentukan strategi serta cara menjalani permainan itu.
Demikian pula dengan kehidupan. Pemahaman dan kesadaran kita akan makna, fungsi dan posisi kita di dunia ini akan mempermudah kita dalam menentukan strategi serta cara kita menjalani kehidupan. Bayangkan bila dalam sebuah permainan catur, pemain catur menafikan keberadaan sejumlah piont, maka langkahnya akan kacau bahkan mungkin salah. Bila demikian jangan harap akan mendapat kemenangan. Demikian juga dengan kehidupan, manusia harus melihat segala sesuatu sebagai satu kesatuan integral dengan dirinya, baik aspek internal maupun eksternal.
Kekuatan dan kelemahan Manusia => modal untuk “menjalani” kehidupan
Untuk menjatuhkan/melemahkan orang berikanlah apa yang yang disukainya (HHM).
“Orang bijak mengatakan bahwa kekuatan atau kelebihan manusia merupakan sumber dari kelemahannya, dan kelemahan atau kekurangan manusia adalah sumber kekuatannya”
Telah banyak bukti bahwa cacat atau kelemahan seseorang dalam satu aspek dalam tubuhnya secara unik akan mempertajam kepekaan dan kemampuan aspek lainnya. Sebagai contoh, yang memiliki kelemahan dalam alat indera penglihatan akan cenderung memiliki kepekaan pendengaran yang melebihi kemampuan orang lain.